-->

Membangun Kepercayaan Dengan Kejujuran dari Rasulullah SAW

Membangun Kepercayaan Dengan Kejujuran dari Rasulullah SAW - Aspek kehidupan Nabi Muhammad SAW yang kurang mendapat perhatian adalah kepemimpinannya dalam bidang bisnis dan entrepreneur. Nabi Muhammad SAW pada awalnya dikenal sebagai seorang rasul, pemimpin masyarakat atau negara, dan pemimpin militer. Padahal, sebelum diangkat menjadi rasul, Beliau adalah seorang entrepreneur.

Sebelum menjadi seorang entrepreneur yang sukses, beliau menjalani hidup yang sulit. Sang ayahanda, Abdullah, telah wafat ketika Rasulullah SAW masih dalam kandungan. Sang ibu, Aminah, menyusul wafat enam tahun kemudian. Karena itu, Rasulullah SAW diasuh kakeknya, Abdul Muthalib. Setelah kematian sang kakek, selang dua tahun kemudian, Rasulullah SAW pun tinggal bersama pamannya, Abu Thalib, yang berprofesi sebagai pedagang sebagaimana kebanyakan pemimpin Quraisy lain.


Dari sang paman lah Rasulullah SAW berkenalan dengan dunia perdagangan untuk pertama kali. Beliau tumbuh dewasa di bawah asuhan pamannya dan terus belajar mengenai bisnis perdagangan. Seperti kebanyakan pemuda yang jujur dan punya harga diri, beliau tidak suka berlama-lama menjadi tanggungan pamannya. Beliau bekerja sebagai penggembala untuk penduduk Makkah dengan imbalan yang kecil pada masa kanak-kanaknya. Ketika beranjak dewasa dan menyadari bahwa pamannya bukanlah orang yang berada, serta memiliki keluarga besar yang harus diberi nafkah, beliau pun mulai berdagang di Kota Makkah.

Dalam menggeluti profesinya sebagai pedagang, beliau tak sekadar mencari nafkah yang hala guna memenuhi biaya hidup, tetapi juga membangun reputasinya agar orang-orang kaya berdatangan dan mempercayakan dana mereka kepadanya. Berbekal pengalamannya dalam berdagang dan reputasinya yang terkenal sebagai pedagang terpercaya dan jujur, beliau memperoleh banyak kesempatan berdagang dengan modal orang lain.

Salah seorang yang mempercayakan dananya adalah pengusaha kaya raya, yakni Khadijah, yang kemudian menjadi istrinya. Sekitar 25 tahun lamanya, Rasulullah SAW berkiprah di bidang wirausaha sehingga beliau dikenal di Yaman, Syria, Busrah, Iraq, Jordania, dan kota-kota perdagangan di Jazirah Arab.

Rasulullah SAW selalu mengikuti prinsip-prinsip perdagangan yang adil dalam setiap transaksi. Beliau juga selalu menasehati para sahabatnya untuk melakukan hal serupa. Ketika beliau berkuasa dan menjadi kepala negara Madinah, beliau telah mengikis habis transaksi-transaksi dagang dari segalam macam praktik yang mengandung unsur-unsur penipuan, riba, judi, ketidakpastian, keraguan, eksploitasi, pengambilan untung yang berlebihan, dan pasar gelap.

Rasulullah SAW juga melakukan standardisasi timbangan dan ukuran serta melarang orang-orang mempergunakan standar timbangan dan ukuran lain yang kurang bisa dijadikan pegangan. Sebagai contoh, ketika Beliau memulai usaha dagang dengan menjadi agen Khadijah, beliau mendapatkan laba yang melebihi dugaan. Tidak sepeser pun yang digelapkan dan tak sesen pun yang dihilangkannya.

Rasulullah SAW bersabda: "Berdaganglah kamu karena lebih dari sepuluh bagian penghidupan, sembilan di antaranya dihasilkan dari berdagang."
Al-Qur'an  juga memberikan motivasi bagi umat Islam untuk berdagang seperti yang diterangkan dalam Surat Al Vaqarah ayat 198: "Bukan suatu dosa bagimu mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu."

Sembilan pintu rezeki dihasilkan dari berdagang. Sebab, berdagang bisa menghasilkan banyak rezeki. Selain itu, dengan berdagang, orang akan memiliki banyak relasi. Jika salah satu bisnisnya gagal, masih banyak relasi yang bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan bisnis lain. Seorang entrepreneur yang handal tidak akan kehilangan cara untuk mengembangkan usaha, sehingga rezekinya pun terus mengalir.

Berbeda jika hanya menjadi karyawan. Seorang karyawan sangat bergantung pada suatu pekerjaan. Sumber rezekinya pun hanya satu, yaitu pekerjaan yang digelutinya di tempat di bekerja. Jika dia dipecat, terputuslah sumber penghasilannya.

Maka tidak heran, Rasulullah SAW bersabda bahwa tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Yang dimaksud tangan di atas adalah orang yang memberi, yaitu pengusaha atau entrepreneur yang memberikan gaji kepada karyawannya. Sedangkan tangan di bawah adalah orang yang menerima pemberian atau gaji, yaitu para karyawan.

Demikian cerita singkat tentang Membangun Kepercayaan Dengan Kejujuran dari Rasulullah SAW, semoga kita dapat mengikuti jejak Rasulullah SAW dalam menerapkan sistem perniagaan baik yang kita lakukan saat ini dan kelak. Semoga bermanfaat.

0 Response to "Membangun Kepercayaan Dengan Kejujuran dari Rasulullah SAW"

Post a Comment

Mohon berkomentar yang sesuai dengan pembahasan artikel. Jangan gunakan link aktif, dilarang promosi/spam gak jelas!
Komentar kamu bakal dimoderasi sebelum diterbitkan.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel